Sekilas Penulis:

Endrimelson., S.kom., M.Si

Penulis merupakan kelahiran Agam, 08 Agustus 1970 yang bertempat tinggal di Lubuk Basung. Penulis merupakan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Agam. Penulis menyelesaikan pendidikan Magister Sains (M.Si) program studi Perencanaan Pembangunan di Universitas Andalas (UNAND) tahun 2003.

...
Merajut Reformasi Birokrasi Melalui Instrumen Akuntabilitas Daerah

Di tengah era society 5.0 yang telah melibatkan teknologi menjadi bagian dari kehidupan manusia, reformasi birokrasi Indonesia masih diwarnai dengan adagium “Kalau masih bisa dipersulit, mengapa harus dipermudah?”. Hal ini mengisyaratkan bahwa reformasi birokrasi di Indonesia berjalan lambat dan kualitas pelayanan publik yang diberikan pemerintah kepada masyarakat belum dapat memuaskan dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Beberapa faktor penyebab belum berkualitasnya pelayanan publik adalah rendahnya komitmen pimpinan dan kapasitas sumber daya aparatur, masih dominannya patologi birokrasi, budaya korupsi, serta ketidaksiapan birokrasi akan pemanfaatan teknologi dan informasi dalam orientasi pelayanan publik kepada masyarakat (Yasa et al., 2021).

Reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara. Reformasi birokrasi merupakan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi), ketatalaksanaan (business process) dan sumber daya manusia aparatur untuk mencapai pemerintahan yang baik (good governance) dan kehidupan masyarakat yang lebih baik. Komitmen, faktor kepemimpinan, perubahan pola pikir (mindset) dan budaya kerja (culture set) aparatur negara merupakan kunci keberhasilan reformasi birokrasi. Reformasi birokrasi bertujuan untuk:

1. mewujudkan birokrasi yang bersih;

2. mewujudkan birokrasi yang kapabel;

3. pelayanan publik yang prima.

Perjalanan reformasi birokrasi di Indonesia sudah berjalan cukup lama, lebih dari dua dekade. Dimulai dari krisis moneter pada tahun 1998 yang berdampak multidimensi terhadap kehidupan masyarakat. Semangat reformasi birokrasi adalah percepatan terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan pemerintahan demokratis sesuai amanat pada pembukaan Undang-Undang Dasar Negara 1945, yaitu mewujudkan masyarakat yang adil dan makmur. Dilanjutkan dengan penyusunan Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 melalui Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2010. Penataan ulang proses birokrasi melalui inovasi, berpikir di luar kebiasaan/rutinitas yang ada (out of the box), perubahan paradigma (a new paradigma shift) dan upaya luar biasa (business not as usual) membutuhkan pemahaman setiap apratur negara tentang esensi pelayanan publik dan permasalahan daerah. Setiap aparatur birokrasi harus memahami bahwa penyelenggaraan pelayanan pemerintah adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, dengan prinsip lebih murah, cepat, lebih baik, adaptif serta lebih efektif dan efisien. Dengan berbagai tuntutan perubahan global dan di tengah kondisi dunia yang menghadapi “Triple Disruption” atau tiga ancaman disrupsi yaitu digitalisasi, milenial, dan pandemi Covid 19, aparatur birokrasi harus berorientasi terhadap pemanfaatan teknologi dalam penyelenggaraan pemerintah, penyederhanaan regulasi dan sistem pemerintahan yang modern. Setiap aparatur birokrasi harus mampu menjadi agen perubahan. Saat ini, sesuai 3 arahan Presiden Jokowi, guna percepatan pencapaian pemerintahan yang dinamis (Dynamic Governance) pada tahun 2025, Reformasi Birokrasi harus:

1. Berdampak, dirasakan langsung oleh masyarakat;

2. bukan tumpukan kertas;

3. lincah dan cepat;

Menindaklanjuti arahan Presiden Jokowi tersebut, Wakil Presiden RI mencanangkan secara resmi Reformasi Birokrasi Tematik pada tanggal 5 Desember 2022. Reformasi birokrasi tematik berorientasi pada dampak yang dihasilkan, bukan lagi persoalan administrasi.. Fokus reformasi birokrasi adalah penanggulangan kemiskinan, peningkatan investasi, digitalisasi administrasi pemerintahan serta percepatan prioritas aktual Presiden. Untuk program prioritas Presiden terbagi menjadi dua, yakni peningkatan penggunaan produk dalam negeri dan pengendalian laju inflasi. Sebelumnya, Indonesia telah melewati fase birokrasi yang kaku (Tahun 2013) dan birokrasi yang berorientasi pada hasil (Tahun 2018). Memasuki periode terakhir Grand Design Reformasi Birokrasi Nasional (Tahun 2025), reformasi birokrasi diharapkan menghasilkan karakter birokrasi yang berkelas dunia (World Class Bureaucracy).

8 Area pengungkit reformasi birokrasi adalah:

1. Manajemen Perubahan, yaitu mengubah sistem, pola pikir dan budaya kerja menjadi lebih baik yang sesuai dengan tujuan dan sasaran Reformasi Birokrasi;

2. Penataan Peraturan Perundang-Undangan, yaitu meningkatkan efektivitas pengelolaan peraturan perundang-undangan yang dikeluarkan/diterbitkan;

3. Penataan dan Penguatan Organisasi, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional sesuai dengan kebutuhan, sehingga organisasi menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran (rightsizing);

4. Penataan Tata Laksana, yaitu meningkatkan efisiensi dan efektivitas sistem, proses, dan prosedur kerja;

5. Penataan Sumber Daya Manusia, yaitu meningkatkan profesionalisme SDM aparatur yang didukung oleh sistem rekrutmen dan promosi aparatur berbasis kompetensi, transparan serta memperoleh gaji dan bentuk jaminan kesejahteraan yang sepadan;

6. Penguatan Akuntabilitas Kinerja, yaitu meningkatkan kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi;

7. Penguatan Pengawasan, yaitu mewujudkan pemerintahan yang bersih dan bebas KKN;

8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik, yaitu memberikan pelayanan yang lebih cepat, lebih murah, lebih mudah, dan lebih berkualitas;

Memasuki periode terakhir Grand Design Reformasi Birokrasi, Kementerian PAN RB telah menerbitkan roadmap reformasi birokrasi 2020-2024 yang tercantum dalam Peraturan Menteri PANRB No. 25/2020. Dalam roadmap ini, program dan kegiatan didesain agar dapat diimplementasikan sampai tingkat unit kerja, dengan tujuan reformasi birokrasi berjalan sampai dengan tingkatan terendah. Peraturan Menteri PANRB No. 25/2020 ini mengutamakan asas fokus dan prioritas. Asas fokus yaitu upaya reformasi birokrasi berfokus pada akar masalah tata kelola pemerintahan dan asas prioritas adalah perbaikan tata kelola pemerintahan sesuai dengan karakteristik sumber daya dan tantangan yang dihadapi. Roadmap reformasi birokrasi 2020—2024 terdiri dari lima quick wins, yakni penyederhanaan birokrasi, manajemen kinerja, peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM), tata kelola pemerintahan yang cepat dan fleksibel melalui implementasi sistem pemerintahan berbasis elektronik (SPBE) dan pelayanan publik yang prima;

Upaya percepatan reformasi birokrasi di Indonesia selama lebih dari dua dekade, mulai menunjukkan hasil. Bank Dunia merilis World Governance Indicator pada September 2022, dengan salah satu indikatornya adalah Government Effectiveness Index atau Indeks Efektivitas Pemerintah. Indikator ini menunjukkan penilaian terhadap kinerja dan efektivitas pemerintahan negara-negara di dunia. Skor efektivitas Pemerintah Indonesia meningkat dari 0,35 pada 2020 menjadi 0,38 pada 2021 dengan skala -2.5 terendah hingga 2.5 tertinggi. Perbaikan skor itu menaikkan peringkat Indonesia menjadi ke-64 dari sebelumnya ke-73 dari 214 negara. Indonesia mengungguli Italia, Polandia, India, Meksiko, Rusia, dan Brazil.

Salah satu azas penyelenggaraan good governance adalah asas akuntabilitas. Akuntabilitas adalah kewajiban setiap Instansi Pemerintah sebagai unsur penyelenggara Pemerintahan untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas pokok dan fungsi. Akuntabilitas ini diterapkan melalui Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP). SAKIP adalah pembuatan target kinerja disertai dengan indikator kinerja yang menggambarkan keberhasilan instansi pemerintah (Wakhyudi, 2007). Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) merupakan integrasi dari sistem perencanaan, sistem penganggaran dan sistem pelaporan kinerja yang selaras dengan pelaksanaan sistem akuntabilitas keuangan. SAKIP mempunyai peran yang sangat strategis dalam mendorong percepatan reformasi birokrasi. SAKIP digunakan sebagai alat untuk memperbaiki, mengevaluasi kebijakan dan mendorong instansi pemerintah untuk melakukan inovasi dalam mendisain program dan kegiatan serta perbaikan kinerja individu. Seluruh manfaat tersebut baru bisa diperoleh jika ada komitmen yang kuat dari pimpinan, memahami bahwa SAKIP tidak hanya sebagai media pertanggunjawaban kinerja tetapi juga sebagai alat pengendalian. Pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) didorong dengan; 1) Sumber Daya Manusia, 2) Budaya Kerja, 3) Organisasi, 4) Tata Laksana dan 5) Pengawasan. Kategori Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah terdiri dari AA (>90-100), A (>80-90), BB (>70-80), B (>60-70), CC (>50-60), C (>30-50) dan D (0-30).

SAKIP terdiri atas; 1) Perencanaan kinerja, 2) Perjanjian kinerja, 3) Pengukuran kinerja, 4) Pengelolaan data kinerja, dan 5) Pelaporan kinerja. Kelima proses tersebut merupakan satu kesatuan menyeluruh dan terpadu, untuk memenuhi kewajiban suatu instansi pemerintah dalam mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan visi, misi dan tugas pokok dan fungsinya. Tujuan SAKIP adalah terwujudnya pemerintah yang akuntabel dan berkinerja tinggi.

Mempedomani dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Agam Tahun 2021-2026, Pemerintah Kabupaten Agam memiliki visi dan misi yaitu: Mewujudkan Kabupaten Agam Maju, Masyarakat Sejahtera, Menuju Agam Mandiri, Berprestasi Yang Madani”. Visi tersebut, diwujudkan melalui beberapa misi, yaitu: 1) Menghadirkan tata kelola pemerintahan yang efektif, bersih, akuntabel dan melayani; 2) Membangun perekonomian masyarakat yang kokoh melalui optimalisasi sumberdaya daerah dan pengembangan pariwisata; 3)Melaksanakan pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan, keterpaduan tata ruang wilayah dan mitigasi bencana; 4) Membangun masyarakat yang mandiri, berdaya saing dan berkarakter; 5) Meningkatkan kehidupan bermasyarakat yang madani, berlandaskan ABS-SBK. Reformasi birokrasi berada pada Misi ke 1. Hal ini mencerminkan tingginya komitmen Kepala Daerah guna memperbaiki tata kelola pemerintahan dalam rangka pencapaian keberhasilan pembangunan daerah dan memberikan manfaat yang sebesar-besarnya untuk kesejahteraan masyarakat.

Reformasi Birokrasi mendorong keberhasilan pembangunan daerah. Organisasi Badan Perencanaan Pembangunan Daerah berperan penting dalam mewujudkan reformasi birokrasi dan keberhasilan pembangunan daerah melalui perencanaan dan evaluasi pembangunan daerah yang berkualitas. Kunci utama suksesnya implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) berada pada perencanaan.Pencapaian misi daerah disusun melalui :

1. penetapan tujuan dan sasaran pembangunan daerah yang berorientasi hasil;

2. penyusunan indikator tujuan dan sasaran sesuai kriteria indikator kinerja dan teknologi;

3. pelaksanaan evaluasi informasi kinerja yang dicapai, sebagai bahan evaluasi untuk peningkatan kinerja.

Dalam perencanaan pembangunan, pemerintah daerah harus menentukan prioritas berdasarkan hasil evaluasi dokumen rencana pembangunan daerah dan nasional serta laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintahan (LAKIP). Penyediaan data yang berkualitas sangat menentukan dalam penetapan prioritas arah kebijakan pembangunan. Bappeda selaku unit perencana harus memahami proses bisnis dari setiap organisasi perangkat daerah. Dokumen RPJMD menjadi acuan dalam penyusunan Rencana Strategis (Renstra) Organisasi Perangkat Daerah. Penyusunan anggaran belanja daerah harus fokus dan tepat sasaran, yaitu sasaran makro pembangunan, terdiri dari 1) Inflasi, 2) Pertumbuhan investasi, 3) Pertumbuhan ekspor non migas, 4) pertumbuhan industri non migas, 5) Indeks pembangunan manusia, 6) Tingkat pengangguran terbuka, 7) Rasio gini, dan 8) Tingkat kemiskinan.

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (LAKIP) merupakan produk akhir SAKIP yang menggambarkan kinerja yang dicapai oleh suatu instansi pemerintah atas pelaksanaan program dan kegiatan yang dibiayai APBN/APBD. Penyusunan LAKIP berdasarkan siklus anggaraan yang berjalan 1 tahun. Dalam pembuatan LAKIP suatu instansi pemerintah harus dapat menentukan besaran kinerja yang dihasilkan secara kuantitatif yaitu besaran dalam satuan jumlah atau persentase. Manfaat dari LAKIP bisa dijadikan bahan evaluasi terhadap instansi pemerintah yang bersangkutan selama 1 tahun anggaran. LAKIP bermanfaat untuk:

> Merencanakan kinerja dan target kinerja

> Menyelaraskan apa yang dianggarkan dengan apa yang direncanakan.

> Menyesuaikan apa yang dilaksanakan dengan yang dianggarkan, serta

> Melaporkan capaian kinerja selaras dengan apa yang telah dilaksanakan dan direncanakan sebelumnya.

Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian PAN-RB, kategori Reformasi Birokrasi Kabupaten Agam adalah C dengan nilai SAKIP sebesar 65, 92 (B). Diharapkan, melalui integrasi antara perencanaan, penganggaran, manajemen kinerja yang diiringi dengan monitoring dan evaluasi pencapaian indikator pembangunan daerah dan akuntabilitasi kinerja instansi daerah, perencanaan pembangunan daerah akan meningkat kualitasnya sehingga juga akan meningkatkan nilai akuntabilitas kinerja daerah. Nilai akuntabilitas kinerja daerah merupakan cerminan kualitas perencanaan pembangunan daerah. Dengan komitmen Bersama, kita ubah adagium birokrasi "Kalau bisa dipermudah, mengapa harus dipersulit".